Meraba Indonesia Pasca E-SIM

Pilih Operator Sesukamu

Pilih Operator Sesukamu !!!

Sebagai anak muda yang lebih mementingkan fungsionalitas daripada mengikuti tren gadget, gue kurang tertarik mengikuti perkembangan gadget yang ada di pasaran. Gue pun ga terlalu bernafsu buat baca-baca berita terkait gadget, khususnya smartphone apa yang akan keluar tahun depan. Namun awal bulan ini, sebuah berita tentang perkiraan model iphone 7 dan samsung galaxy yang akan rilis tahun depan, membuat mata gue sedikit terbelalak. Bukan kedua smartphone tersebut fokus gue, namun penggunaan e-sim yang kemungkinan akan menggantikan sim-card tradisional dalam kedua produk tersebut yang membuat gue kepo.

Kenapa gue kepo dengan e-sim? Ya karena saat itu gue ga tahu apa itu e-sim. Berasa asing di telinga. Akhirnya sejak saat itu, di sela-sela waktu istirahat, gue cari tahu tentang e-sim. Dan dari pencarian-pencarian itu, gue dapat menarik kesimpulan kalau perubahan kecil (penggunaan e-sim) ini dapat menimbulkan dampak yang besar bagi Indonesia selama beberapa tahun ke depan. Oleh karena itu, gue mencoba berbagi beberapa rangkuman yang udah gue dapet melalui postingan ini.

E-SIM

“E” di depan SIM merujuk pada kata embedded. Artinya, piranti-piranti yang menggunakan e-sim, tidak perlu lagi menggunakan sim-card yang terpisah (removable) seperti yang digunakan saat ini, karena sim tertanam di dalam perangkat. Konsep e-sim secara fisik sama seperti inject-phone jaman CDMA Flexi atau Fren. Namun perangkat tidak perlu lagi dikonfigurasi manual melalui komputer untuk terhubung dengan provider/operator tertentu.

Dalam kasus smartphone, pengguna cukup memilih operator telekomunikasi yang akan digunakan melalui layar handphone. Sehingga misal di kota X kita menggunakan operator A, namun saat kita travel ke kota Y sinyal operator A tidak ada (blankspot), maka kita dapat pindah ke operator B. Atau misal saat kita butuh paket data untuk chatting/browsing kita menggunakan operator C yang tarifnya sangat murah atau bahkan gratis, namun untuk menonton video HD kita menggunakan operator D yang menyediakan kecepatan lebih tinggi.

Pada penerapannya, e-sim tidak hanya digunakan di dalam smartphone. Namun, e-sim dapat juga digunakan di perangkat-perangkat lain seperti Tab dan Smart-TV. Mengingat tidak diperlukannya slot sim-card, maka perangkat yang memanfaatkan e-sim secara fisik akan lebih ramping, sehingga teknologi ini sangat dimungkinkan untuk digunakan di dalam wearable devices seperti google glass dan smart-watch. Selain itu, e-sim dapat juga ditanamkan di dalam perangkat-perangkat lainnya yang membutuhkan konektivitas jaringan, seperti mobil (ref: http://telkomselm2m.co.id/tdrive/), drone, truck, dan perangkat sensor yang dipasang untuk kepentingan tertentu seperti emisi karbon yang dikeluarkan pohon secara real-time (ref: http://www.ibmbigdatahub.com/blog/internet-trees). Kehadiran e-sim tentunya semakin memperjelas era di mana 50 billion devices akan terhubung ke internet, atau biasa disebut Internet of Thing (IoT).

Penerapan E-SIM

Pengguna smartphone memang sangat diuntungkan dengan hadirnya e-sim, karena pengguna tidak lagi terikat dengan sim-card yang dibeli dan digunakan. Pengguna dapat membandingkan kualitas dan penawaran yang ditawarkan oleh beberapa penyedia layanan telekomunikasi pada suatu tempat dan waktu tertentu, sehingga pelanggan dapat memilih layanan dengan penawaran yang terbaik.

Namun apakah demikian penerepan e-sim nantinya? Kita belum tahu, di situlah peran regulator/pemerintah untuk duduk bersama dengan para penyedia layanan telekomunikasi, menentukan bisnis model seperti apa yang diterapkan setelah adanya e-sim. Apakah nantinya setiap handset memiliki satu buah nomor telepon yang digunakan di semua operator? Bisa jadi. Atau malah, tidak ada lagi nomor telepon? Bisa jadi juga, toh, saat ini kebanyakan orang lebih suka menanyakan ID communication app (seperti WA, Line, Telegram, Skype) daripada nomor telepon.

MVNO dan E-SIM

Salah satu bisnis yang diuntungkan dengan adanya e-sim adalah MVNO. MVNO (Mobile Virtual Network Operator) merupakan penyedia layanan telekomunikasi yang tidak memilik infrastruktur jaringan telekomunikasi secara fisik. Kenapa dapat diuntungkan? Simak ilustrasi berikut.

Jeruk merupakan produsen smartphone yang menggunakan e-sim. Jeruk telah mendapatkan ijin dari regulator dan telah bekerja sama dengan beberapa operator sebut saja merah, biru, dan kuning, agar setiap pengguna smartphone buatan jeruk yang ditanami e-sim dapat menggunakan jaringan merah, biru, dan kuning. Pengguna smartphone jeruk tidak harus lagi merasakan koneksi yang lambat maupun sinyal yang buruk, karena smartphone jeruk dapat menggunakan semua operator yang tersedia, kecuali jika memang tidak ada jaringan telekomunikasi di tempat tersebut.

Smartphone jeruk dibekali sistem yang canggih, dia dapat menentukan di operator manakah dia sebaiknya terhubung, sesuai dengan kondisi sinyal dan kebutuhan dari penggunanya. Pengguna smartphone jeruk juga tidak perlu repot-repot mengurusi administrasi maupun pembayaran ke masing-masing operator. Pengguna smartphone jeruk cukup bertransaksi menggunakan layanan akun pembayaran tunggal milik perusahaan jeruk juga, sehingga dengan kata lain, tarif layanan telekomunikasi ditentukan oleh perusahaan jeruk.

Dari ilustrasi tersebut, dapat ditebak siapa operator sesungguhnya, apakah merah, biru, kuning, atau malah jeruk. Infrastruktur jaringan telekomunikasi memang milik merah, biru, dan kuning. Namun yang menentukan tarif layanan telekomunikasi adalah jeruk. Bisnis yang dilakukan jeruk ini dapat disebut MVNO.

Dari ilustrasi tersebut dapat dilihat juga betapa potensialnya bisnis MVNO setelah diterapkannya e-sim.

Meraba Indonesia Pasca E-SIM

Di saat pengguna smartphone lebih banyak mengakses sosial media daripada ber-sms maupun telpon, dapat dilihat bahwa pendapatan operator telekomunikasi paling besar berasal dari paket data. Dan kalau kawan-kawan mau melihat laporan tahunan beberapa operator, kalian akan melihat jika ARPU yang didapatkan setiap operator semakin turun. Hal ini merupakan imbas dari tarif paket data yang semakin murah per-bit-nya.

So, siapa yang diuntungkan dengan kondisi ini, pastilah penyedia laman sosial media dan konten lainnya atau disebut OTT (Over The Top). Kenapa? Karena semakin operator menurunkan tarif paket data, maka pengguna akan semakin aktif mengakses konten-konten yang tersebar di Internet. Padahal operasional infrastruktur yang dilewati trafik internet yang semakin tumbuh juga membutuhkan biaya yang semakin tinggi pula. Oleh karena itu, saat ini operator-operator Indonesia mungkin sedang tertatih-tatih menghadapi lawan-lawan mereka saat ini. Mereka tidak lagi duel satu sama lain di dalam negeri, tapi juga dengan penyedia konten yang hampir 100% ada di luar negeri, walaupun beberapa CDN-nya di Indonesia. Ketika trafik bergerak ke luar Indonesia, dapat disimpukan secara kasar bahwa ada uang juga yang mengalir ke luar Indonesia, artinya potensi pendapatan negara kita menurun. Ini gambaran kondisi saat ini loh, di mana operator masih bisa menentukan tarif paket data.

Bagaimanakah nasib operator-operator kita setelah mereka mungkin tidak bisa lagi “menentukan” tarif paket data? Silahkan kawan-kawan berimajinasi sendiri. Hehehe…

Gue yakin kalo pemerintah sebagai regulator dan operator-operator telekomunikasi Indonesia mungkin sudah menyadari potensi hal ini terjadi. Oleh karenanya gue berharap semoga pemerintah dapat mengambil langkah-langkah strategis. Selain itu, gue juga berharap semoga operator-operator dapat satu frekwensi menyikapi hal ini, toh masih pada satu kelompok almamater juga kan..

Terakhir, semoga penyedia layanan telekomunikasi Indonesia tidak segera di-”gojek”-an baik oleh jeruk, abcxyz, maupun yang lainnya. Toh kalo seburuk-buruknya di-”uber”-kan, ya semoga sama pemain lokal saja, semoga ada.

Source:

  • McKinsey&Company Report,
  • GSMA Report
  • AR Merah, Biru, dan Kuning

Desclaimer:

  • Hanya meraba
  • Boleh dianggap santai, boleh juga dianggap serius